Pendidikan kejuruan memang erat sekali dengan dunia
industri, dikarenakan tujuan pendidikan kejuruan adalah menghasilkan lulusan
yang mampu memasuki dunia kerja sehingga pendidikan kejuruan baik sekolah
menengah kejuruan maupun sekolah tinggi kejuruan haruslah memiliki hubungan
baik dengan pihak industri. Terkadang masih dilihat kurang adanya hubungan baik
antara pihak industri dengan lembaga pendidikan kejuruan baik oleh pihak
industrinya maupun pihak lembaga pendidikannya. Penulis merasakan perlu
membahas beberapa hasil permikiran dan proses diskusi hal-hal yang terkait
dengan hubungan antara pelaku pendidikan disini yaitu guru/dosen pendidikan
kejuruan dengan industri.
1.
Pengertian Pendidikan
teknologi kejuruan dan faktor-faktor perkembangannya.
Pendidikan teknologi dan kejuruan di
berbagai belahan dunia teristimewa di negara-negara industri, sejak revolusi
industri abad ke 17 telah berkembang dengan pesat dan mempunyai karakteristik
yang bervariasi sesuai dengan
perkembangan industri.
Namun demikian, hakikat
pendidikan kejuruan, telah tersirat dan tersurat dalam pandangan kajian literatur
Tom McArdle (2002), jauh sebelum revolusi industri,
telah terjadi elaborasi pemikiran yang
intinya disarikan sebagai berikut:
a.
Comenius (1592-1670)
Sebagai bapak
ilmu mendidik modern, ia mengedepankan gagasan dari suatu kurikulum yang
menyeluruh berkenaan dengan pengetahuan dan budaya sebagai bahan pelajaran dari sumber dari
alam dengan menggunakan bahasa lokal
sehingga pembelajaran menyenangkan.
b.
John A Locke's (1632-1704)
Pendidikan
perlu disiapkan bagi setiap
individu, untuk hidup praktis
melalui pembelajaran yang ditunjang oleh bahan ajar bersifat mekanis. Konsep “tabula rasa” hari diisi dengan
latihan kerja di sekolah kususnya anak yang kurang mampu secara ekonomi,
pentingnya berlatih fisik sebagai bagian dalam pendidikan untuk bekal kehidupan
nyata.
c.
Jean Jacques Rousseau(1712-1778)
Pendidikan ideal harus berdasarkan “nilai” yang dapat direalisasikan melalui belajar pemecahan masalah dalam kondisi nyata
seperti magang, dan bukan dihapal tanpa belajar”.
d.
Johann Heinrich Pestolozzi (1746-1827)
Metode
mengajar menerapkan praktik menggunakan perkakas kerja untuk menghasilkan
sesuatu benda yang dapat memberikan nilai ekonomi (keuangan), dan pemikirannya diterapkan di sekolah
percobaan bagi anak-anak miskin. Hal itu
sebagai wujud idealisme pelatihan yang
bermakna.
e.
Philip Emmanuel von Fellenberg (1771-1844)
Melaksanakan
sistem pelatihan yang berorientasi sekolah kerja, yang lulusannya dipersiapkan
memasuki industri. Sistem administrasi dan pengawasan, menjadi salah satu
metode dalam pengembangan sekolahnya.
Sekolah jenis ini tumbuh di Eropa dan Amerika.
f.
Victor Della Vos (1868)
Sekolah kerja
beroriantasi keahlian yang diadaptasi
dalam sistem pendidikan di Rusia.
Prinsip dasar pembelajaran, diciptakannya pembelajaran model keahlian
khusus seperti konstruksi dan mekanik bagi orang Rusia, serta pembelajaran
dilaksanakan secara sistematis dan model-model yang sesuai kebutuhan industri.
g.
Otto Soloman(1872)
Mempopulerkan
perubahan sekolah umum ke arah sekolah industri, melalui penambahan mata
pelajaran umum dengan keahlian pertukangan kayu. Sekolah ini mempengaruhi
pendidikan kejuruan di Rusia dan Amerika.
h.
John Dewey (1859-1952),
Prinsip dasar metode pengajaran
individu dan perilaku belajar kreatif, realistis dan berpusat pada pemecahan
masalah dalam mempersiapkan sebagai warga negara yang demokarasi dan kebutuhan tenaga kerja.
i.
Frank Parsons(1909)
Dikenal sebagai bapak
bimbingan kejuruan, ia sangat mengenali kebutuhan dari pentingnya bimbingan
bagi siswa sekolah menengah dan pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja
(menganggur), untuk meningkatkan keterampilan. Ia selalu memberikan
motivasi untuk mempelajari serangkaian keahlian yang mempunyai nilai ekonomi
dan nilai tambah.
Bertolak dari beberapa pemikiran konseptual dan praksis
penyelenggaraan pendidikan teknologi kejuruan, menunjukkan adanya suatu
elaborasi sejarah pendidikan sesuai dengan kebutuhan pada jamannya. Perkembangan
pendidikan teknologi dan kejuruan di berbagai dunia, mempunyai posisi strategis
sehingga badan dunia pendidikan (Unesco) dan serikat buruh sedunia (ILO),
sangat giat untuk melakukan penyamaan persepsi dan pengembangan program melalui
berbagai upaya, termasuk kongres internasional.
Unesco (2001) memberikan penekanan bahwa penyelenggaraan
pendidikan teknologi dan kejuruan;
Technical and vocational education
as preparation for an occupational field should provide the foundation for
productive and satisfying careers and should ... lead to the acquisition of
broad knowledge and generic skills applicable to a number of occupations within
a given field so that the individual is not limited in his/her choice of
occupation and is able to transfer from one field to another during his/her
working life...
Pendidikan teknologi dan kejuruan selain mempersiapkan
suatu bidang keahlian yang bersifat
jabatan, juga perlu didorong untuk pengayaan pengetahuan dan
keterampilan umum yang dipandang dapat dijadikan belakang mengadaptasi berbagai
kemungkinan di masyarakat.
Unesco (2001) dalam kongres internasional di Dakar,
merekomendasikan penyelenggaraan pendidikan teknologi dan kejuruan dalam
menyongsong abad ke dua puluh satu. Salah satu butir pernyataannya adalah
menuju keberhasilan mencapai sasaran dari suatu budaya dan peradaban yang
dilandasi perdamaian, berwawasan lingkungan, dan membentuk warga negara dan
kohesif dalam pergaulan dunia. Pengembangan pendidikan teknologi dan kejuruan
diharapkan dapat meningkatkan sosial ekonomi masyarakat.
Vladimir Gasskov (2000: 5-6) mengemukakan bahwa terdapat beberapa jenis
model pendidikan dan pelatihan kejuruan (Vocational
Education Training) secara umum mencakup :
Pertama, pendidikan
kejuruan dan sistem pelatihan, pada dasarnya
menyampaikan dasar keterampilan spesialis ke individu, yang memungkinkan
dapat dimanfaatkan oleh peserta didik untuk menemukan pekerjaan atau
meluncurkan bisnis mereka sendiri, dan
dapat bekerja secara produktif serta mampu menyesuaikan diri dalam menghadapi
teknologi yang berbeda, tugas dan kondisi-kondisi.
Kedua, peningkatan
keterampilan adalah sering dengan kondisi sebagai suatu instrumen untuk
melakukan perubahan secara struktural. Artinya apabila seorang pekerja dituntut
untuk melakukan perubahan keahlian dalam pekerjaan yang dihadapinya sebagai
implikasi dari produk yang sudah tidak laku dipasaran.
Ketiga, ada tuntutan
kebutuhan untuk menyamakan peluang bagi orang-orang untuk terus hidup melalui
peningkatan keterampilan (argumentasi hak kekayaan).
Keempat, pendidikan dan
pelatihan dapat dipandang sebagai suatu alat untuk menuju keberhasilan ekonomi
negara dan sasaran hasil sosial, seperti memberi harapan pengembangan regional
dan mendukung sektor prioritas yang industri, berkembangkan barang ekspor,
menarik investasi asing dan meningkat gaji. Kebijakan ini mengarahkan untuk berubah situasi sosial
dan ekonomi melalui pelatihan.
Kelima, sebagai tambahan
terhadap manfaat ekonomi, hal itu disebabkan pendidikan dan pelatihan dapat
menghasilkan kegunaan sosial, seperti pengurangan kejahatan, peningkatan
kesehatan dan lebih baik sebagai kohesi sosial.
Keenam, pendidikan dan
pelatihan dapat mempunyai manfaat tidak secara langsung menghubungkan dengan
ketenagakerjaan. pengetahuan dan Ketrampilan yang kejuruan memungkinkan
orang-orang untuk menyediakan jasa, seperti perawatan medik atau otomotif, pemeliharaan rumah, kepada tetangga dan
keluarga-keluarga mereka, dan untuk mengurangi pembelanjaan.
Perkembangan pola fikir tentang pendidikan kejuruan menyebabkan banyaknya definisi dari sekolah kejuruan
diantaranya Menurut Undang-Undang Pendidikan Nasional (UUSPN)
no. 20 tahun 2003 pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan
peserta didik terutama untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu dan siap pula
melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Berikut adalah pengertian dan tujuan pendidikan kejuruan
dari berbagai sumber dan pakar pendidikan:
·
Pendidikan Kejuruan adalah pendidikan pada jenjang menengah yang
mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan
tertentu. PP 29 tahun 1990 Pasal 1 ayat 3
·
Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang diarahkan untuk mempelajari
bidang khusus, agar para lulusan memiliki keahlian tertentu seperti bisnis,
pabrikasi, pertanian, kerumahtanggaan, otomotif telekomunikasi, listrik,
bangunan dan sebagainya (Snedden, 1917:8)
·
Pendidikan teknologi dan kejuruan adalah bagian dari pendidikan yang
mencatak individu agar dia dapat bekerja pada kelompok tertentu (Evan, 1978).
·
Pendidikan teknologi dan kejuruan adalah suatu program yang berada di
bawah organisasi pendidikan tinggi yang diorganisasikan untuk mempersiapkan
peserta didik memasuki dunia kerja (Good, 1959).
·
United Congres 1976: Vocational
education as organized educational program which are directly related to the
preparation of individuals for paid and unpaid employment, or for additional
preparation for a career requiry other than a baccalaureate of advance degree.
Dari berbagai
definisi di atas dapat kita kemukakan bahwa pendidikan teknologi dan kejuruan
adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi para siswa yang merencanakan dan mengembangkan
karirnya pada bidang keahlian tertentu untuk bekerja secara produktif dan
professional dan juga siap melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
2.
Alasan guru/dosen kejuruan perlu mengetahui perkembangan industri.
Proses pembelajaran sangat erat sekali dengan guru sebagai
komponen pendidikan yang sangat penting sesuai apa yang dikatakan oleh Gagne (1992:10) yang menyatakan bahwa: “instruction is asset of event that effect
learners in such a way that learning is facilitated” maksudnya bahwa,
mengajar atau teaching merupakan
bahagian dari pembelajaran (instruction),
dimana peran guru lebih ditekankan kepada begaimana merancang atau mengaransemen
berbagai fasilitas dari yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan siswa
dalam pembelajaran.
Menurut Sukmadinata (2004:149) yang dimaksud dengan pembelajaran adalah
merupakan kegiatan guru/dosen menciptakan situasi agar siswa/mahasiswa belajar.
Tujuan utama dari pembelajaran atau pengajaran adalah agar siswa dan mahasiswa
belajar. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Hamalik (2007:18),
Strategi pembelajaran
adalah prosedur dan metode yang ditempuh guru/dosen untuk memberikan kemudahan
bagi siswa (peserta didik) melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam rangka
mencapai pembelajaran, pembelajaran itu adalah merupakan suatu proses yang
berlangsung secara berkelanjutan.
UUSPN No 20 tahun 2003 menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar dalam suatu lingkungan
belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk
mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir
siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru
sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran.
Dengan demikian dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
adalah kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari
kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui
tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks belajar mengajar. osen sebagai komponen pembelajaran yang sangat berperan
penting dalam berlangsungnya pembelajaran harus mengetahui jelas implementasi
dari pembelajaran yang akan diberikan kepada siswanya.
Di Indonesia hubungan industri dengan guru masih dirasakan kurang, yang
hanya terlihat guru adalah komponen pendidikan yang menyiapkan siswa dengan
lulusan yang sesuai dengan kebutuhan lapangan pekerjaan tanpa mengetahui
bagaimana hubungan siswa dengan pihak lapangan kerjanya. Harus disadari bahwa Industri
lokal dan nasional baik industri kecil, menengah dan besar mempunyai peran
sangat signifikan dalam pengembangan guru melalui MGMP Kejuruan. Industri dapat
menjadi patner MGMP Kejuruan langsung atau melalui Sekolah dan Dinas Pendidikan
untuk memberikan informasi atau menawarkan suatu kegiatan nyata guna menambah
informasi dan pengetahuan kepada para guru. Guru dapat melakukan training atau
praktek Industri guna peningkatan kapasitasnya yang selanjutnya dapat diberikan
kepada anak didiknya. Industri
dapat secara informal bekerjasama dengan MGMP menjadi partner dalam
meningkatkan mutu guru dan sekolah. Oleh karena itulah guru atau dosen pendidikan kejuruan harus memiliki
hubungan baik dengan industri, karena dengan mengetahui kebutuhan industri
terhadap lulusannya guru dapat merancang pembelajaran yang mendukung integrasi
terhadap hasil pembelajaran yang diinginkan oleh pihak industri, sehingga
ketika siswa lulus memang sesuai yang dibutuhkan oleh pihak industri.
3.
Tujuan serta manfaat kerjasama kerja sama guru/dosen
dengan dunia kerja.
Dunia kerja yang sangat erat hubungannya dengan lembaga pendidikan kejuruan
baik Sekolah Menengah Kejuruan maupun sekolah tinggi haruslah diperhatikan oleh
guru/dosen dengan membangun kerjasama yang baik. Pendidikan kejuruan ada untuk
menyiapkan Sumber Daya Manusia yang mampu memenuhi kebutuhan industri sehingga
jangan sampai pendidikan kejuruan menghasilkan lulusan yang tidak dibutuhkan
oleh industri tersebut.
Tiap daerah memiliki kebutuhan SDM yang berbeda-beda, lembaga pendidikan
kejuruan sebaiknya mampu membaca kebutuhan industri di daerahnya, sehingga
lulusannya dapat terpakai di lapangan pekerjaan. Karena hubungan erat
tersebutlah perlunya kerjasama yang baik antara guru/dosen dengan dunia kerja.
4.
Kesulitan guru/dosen mengetahui perkembangan didunia
kerja atau di industri.
Hubungan erat antara guru/dosen dengan dunia kerja/industri yang kurang
dikarenakan masih ada kesulitan yang dialami oleh guru/dosen untuk melakukan
kerjasama dengan dunia kerja/industri. Dari data berdasarkan Balitbang Depdiknas
(1999) mengungkapkan
bahwa angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU/SMK yaitu
sebesar
25,47%, hal ini juga menjadi salah satu indikator kegagalan pihak guru
menyalurkan lulusannya ke industri/dunia kerja. Ada beberapa penyebab masih
adanya guru/dosen yang mengalami kesulitan dalam menjalin kerjasama dengan
pihak industri ini diantaranya adalah
a.
Tingkat
kompetensi keahlian guru
Tingkat kompetensi
yang harus dimiliki seorang guru/ dosen di lembaga pendidikan kejuruan tidaklah
hanya pada kompetensi pengajaran saja, akan tetapi juga bagaimana guru bisa
membengun kompetensi lulusan dari lembaga pendidikan kejuruan tersebut.
Kenyataan lapangan memperlihatkan bahwa guru hanya berorientasi bagaimana
menyelesaikan kurikulum kejuruan saja tidak mempertimbangkan pentingnya faktor
ekspetrnal yang sangat berpengaruh terhadap terpakainya lulusan lembaga
tersebut dalam dunia kerja atau industri. Kurangnya kesadaran guru tersebutlah
yang menjadi penghambat hubungan dengan industri.
b.
Kerangka
berkembangnya lembaga pendidikan kejuruan
Berkembangnya
pendidikan kejuruan di Indonesia berorientasi pada kebutuhan lapangan pekerjaan
yang sedang muncul saat lembaga itu akan di didirikan, pemerintah melihat
industri yang sedang berkembang saat ini dan berusaha membuat lembaga
pendidikan kejuruan yang sesuai dengan kebutuhan industri tersebut tanpa ada
kerjasama dengan pihak industrinya.
Sangat berbeda sekali deng pola negara.
c.
Ketidakpuasan
industri terhadap lulusan
Kompetensi lulusan
yang dihasilkan lembaga pendidikan kejuruan tidak semuanya diterima oleh pihak
industri, hal ini dirasakan karena kurang sesuainya kompetensi keahlian yang
tersedia dengan kebutuhan industri. Terkadang pihak industri perlu melakukan
pelatihan ulang atau tambahan agar kompetensi lulusan sesuai yang diharapkan.
5.
Bagaimana membangun kerjasama antara individu guru/dosen
kejuruan dengan industri.
Kendala-kendala yang muncul sebagai penyebab sulitnya membangun kerjasama
dengan industri haruslah dihilangkan. Beberapa cara yang mungkin untuk
mengatasi kesulitan membangun kerjasama dengan industri adalah:
·
Guru
harus mengadakan hubungan dengan industri melalui pelatihan-pelatihan yang
melibatkan pihak industri di dalamnya
·
Khususnya
untuk sekolah menengah kejuruan(SMK) harus melibatkan pihak industri sebagai
partner kerja MGMP di sekolah. Sehingga pihak industri mengerti kurikulum yang
ada di sekolah sesuai atau tidak dengan kebutuhan industrinya.
·
Lembaga
pendidikan kejuruan harus lebih proaktif dalam mencari partner kerja industri
yang sesuai dengan kompetensi lulusannya
6.
Apa dan bagaimana kebijakan yang perlu dilakukan
pemerintah/pemangku kebijakan (stake holders) untuk mempermudah kerjasama sekolah dengan industri.
Bergantungnya lembaga pendidikan kejuruan pada kebijakan-kebijakan
pemerintah mengharuskan adanya kebijakan langsung dari pemerintah terhadap
upaya membangun kerjasama yang baik antara guru/dosen dengan pihak industri.
Hal-hal yang mungkin menjadi acuan kebijakan pemerintah sebagai berikut :
·
Guru
yang selalu berpatokan pada kurikulum,maka pemerintah perlu membuat kebijakan
kurikulum yang melibatkan pihak industri secara langsung didalam nya.
Sebenarnya kebijakan tersebut sudah ada namun belum direalisasikan karena hanya
berupa partner kerja industri di MGMP sekolah. Sehingga perlu ditegaskan lagi
mengenai pengaturan tersebut
·
Pemerintah
melakukan sebagai jembatan antara guru/dosen denga pihak industri dengan
mengadakan pelatihan-pelatihan khusus dari industri tertentu.
·
Pemerintah
harus menetapkan syarat berdirinya lembaga pendidikan kejuruan yang merupakan
solusi tenaga kerja bagi industri, seperti contoh lembaga pendidikan kejuruan
yang sudah ada yaitu POLTEKPOS yang menyiapkan kompetensi lulusan yang akan
bekerja di POS Indonesia. Sehingga lulusan lembaga pendidikan kejuruan tidak
ada yang tidak tersalurkan.
Terjalinnya hubungan kerjasama yang baik antara guru/dosen dengan pihak
industri dalam membangun kompetensi lulusan yang singkron antara keduanya akan
mengahasilkan keuntungan bagi lembaga pendidikan kejuruan dalam menyalurkan
lulusannya. Harapan peran pemerintah juga merupakan solusi dalam mengatasi
kesulitan terbangunnya hubungan kerjasama yang baik antara guru/dosen dengan
industri.
Daftar
Referensi
Bukit, M. (1997). Implementasi
Pendidikan Sistem Ganda Sebagai Pembaruan Kurikulum. Bandung: Desertasi UPI.
Gunawan, R. (2006).
Relevansi Kompetensi Lulusan Smk Dengan
Tuntutan Dunia Kerja. Bandung: Semnas PTK 2006.
Hidayat, D. (2010).
Desertasi: Pengembangan Model
Pembelajaran Teaching Factory dengan 6 Langkah (Model TF-6M) Untuk Meningkatkan
Kompetensi Siswa Dalam Mata Pelajaran Produktif Sekolah Menengah Kejuruan. Bandung:
UPI.
http://bustamin-against.blogspot.com/2013/10/prinsip-karakteristik.-dan-asumsi.html