A.
Pengertian Evaluasi
Pembelajaran
Evaluasi
dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan
suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu
tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan. Fungsi
utama evaluasi adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan
informasi yang tepat sebagai
dasar untuk pengambilan keputusan. Sesuai
pendapat Grondlund dan Linn (1990) mengatakan bahwa evaluasi pembelajran adalah
suatu proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi informasi secaras
sistematik untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran.
Untuk
memeperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi dilakukan melalui
kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses pemberian skor atau
angka-angka terhadap suatu keadaan atau gejala berdasarkan aturan-aturan tertentu. Dengan demikian
terdapat kaitan yang erat antara pengukuran (measurment) dan evaluasi
(evaluation) kegiatan pengukuran merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi.
Evaluasi
adalah proses mendeskripsikan, mengumpulkan dan menyajikan suatu informasi yang
bermanfaat untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Evaluasi
pembelajaran merupakan evaluasi dalam bidang pembelajaran. Tujuan evaluasi
pembelajaran adalah untuk menghimpun informasi yang dijadikan dasar untuk
mengetahui taraf kemajuan, perkembangan, dan pencapaian belajar siswa, serta
keefektifan pengajaran guru. Evaluasi pembelajaran mencakup kegiatan pengukuran
dan penilaian. Bila ditinjau dari tujuannya, evaluasi pembelajaran dibedakan
atas evaluasi diagnostik, selektif, penempatan, formatif dan sumatif. Bila
ditinjau dari sasarannya, evaluasi pembelajaran dapat dibedakan atas evaluasi
konteks, input, proses, hasil dan outcom. Proses evaluasi dilakukan melalui
tiga tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pengolahan hasil dan
pelaporan.
B.
Jenis-jenis
Evaluasi Pembelajaran
Jenis
evaluasi berdasarkan
tujuan dibedakan atas lima jenis evaluasi :
1.
Evaluasi diagnostik
Evaluasi
diagnostik adalah evaluasi yang di tujukan untuk menelaah kelemahan-kelemahan
siswa beserta faktor-faktor penyebabnya.
2.
Evaluasi selektif
Evaluasi
selektif adalah evaluasi yang di gunakan untuk memilih siwa yang paling tepat
sesuai dengan kriteria program kegiatan tertentu.
3.
Evaluasi penempatan
Evaluasi penempatan adalah evaluasi yang
digunakan untuk menempatkan siswa dalam program pendidikan tertentu yang sesuai
dengan karakteristik siswa.
4.
Evaluasi formatif
Evaluasi
formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk memperbaiki dan meningkatan
proses belajar dan mengajar.
5.
Evaluasi sumatif
Evaluasi
sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk menentukan hasil dan kemajuan
bekajra siswa.
Jenis
evaluasi berdasarkan sasaran:
1.
Evaluasi konteks
Evaluasi
yang ditujukan untuk mengukur konteks program baik mengenai rasional tujuan,
latar belakang program, maupun kebutuhan-kebutuhan yang muncul dalam
perencanaan
2.
Evaluasi input
Evaluasi
yang diarahkan untuk mengetahui input baik sumber daya maupun strategi yang
digunakan untuk mencapai tujuan.
3.
Evaluasi proses
Evaluasi
yang di tujukan untuk melihat proses pelaksanaan, baik mengenai kalancaran
proses, kesesuaian dengan rencana, faktor pendukung dan faktor hambatan yang
muncul dalam proses pelaksanaan, dan sejenisnya.
4.
Evaluasi hasil atau produk
Evaluasi
yang diarahkan untuk melihat hasil program yang dicapai sebagai dasar untuk
menentukan keputusan akhir, diperbaiki, dimodifikasi, ditingkatkan atau
dihentikan.
5.
Evaluasi outcome atau lulusan
Evaluasi
yang diarahkan untuk melihat hasil belajar siswa lebih lanjut, yakni evaluasi
lulusan setelah terjun ke masyarakat.
Jenis
evalusi berdasarkan lingkup kegiatan pembelajaran :
1.
Evaluasi program pembelajaran
Evaluasi yang mencakup terhadap tujuan
pembelajaran, isi program pembelajaran, strategi belajar mengajar, aspe-aspek
program pembelajaran yang lain.
2.
Evaluasi proses pembelajaran
Evaluasi
yang mencakup kesesuaian antara peoses pembelajaran dengan garis-garis besar
program pembelajaran yang di tetapkan, kemampuan guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran, kemampuan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
3.
Evaluasi hasil pembelajaran
Evaluasi
hasil belajar mencakup tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan pembelajaran
yang ditetapkan, baik umum maupun khusus, ditinjau dalam aspek kognitif,
afektif, psikomotorik.
Jenis
evaluasi berdasarkan objek dan subjek evaluasi
·
Berdasarkan objek :
1.
Evaluasi input
Evaluasi
terhadap siswa mencakup kemampuan kepribadian, sikap, keyakinan.
2.
Evaluasi transformasi
Evaluasi
terhadap
unsur-unsur transformasi proses pembelajaran anatara lain materi, media, metode
dan lain-lain.
3.
Evaluasi output
Evaluasi
terhadap lulusan yang mengacu pada ketercapaian hasil pembelajaran.
·
Berdasarkan subjek :
1.
Evaluasi internal
Evaluasi
yang dilakukan oleh orang dalam sekolah sebagai evaluator, misalnya guru.
2.
Evaluasi eksternal
3. Evaluasi
yang dilakukan oleh orang luar sekolah sebagai evaluator, misalnya orangtua
C. Rekonstruksi
Program Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
Berdasarkan
pengamatan selama ini, permasaahan yang ada di pendidikan teknologi dan kejuruan terjadi karena ketidakkonsistensinya
penyelenggaraan pendidikan sehingga
perlu diadakannya rekonstruksi pendidikan disebabkan beberapa
faktor, antara lain:
1.
Landasan hukum (undang-undang, peraturan
pemerintah, dan keputusan menteri) yang mengatur penyelenggaraan jenjang
pendidikan menengah belum dilaksanakan secara baik dan konsisten.
2.
Model dan Pengembangan Kurikulum pada
Jenjang Pendidikan Menengah Masih Belum Mantap
Kurikulum
merupakan salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan nasional.
Kurikulum berfungsi sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan
bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran. Kurikulum diperlukan untuk membantu guru dalam
mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan dari berbagai
berbahan kajian. Kurikulum yang dapat meningkatkan kemampuan guru dalam
menyelenggarakan kegiatan pembelajaran disusun melalui proses yang komprehensif
dan sistematis. Dengan demikian, dalam pengembangan kurikulum perlu diterapkan
pedekatan menyeluruh secara sistematik dan sistemik.
Pengembangan
kurikulum seharusnya mengandung arti perubahan, pergantian (alteration), atau modifikasi terhadap
susunan yang ada. Perubahan yang terjadi dalam pengembangan kurikulum
seharusnya memiliki karakteristik perubahan yang bermanfaat, perubahan yang
dilakukan secara terencana, dan perubahan harus dilakukan secara progresif yang
membawa dampak posif di masa mendatang.
Sejarah
pengembangan pendidikan menengah nampak dilakukan kurang sistematis dan
sistemik. Dalam tataran kebijakan konsep pengembangan kurikulum dapat disusun
dengan baik, namun dalam implementasinya banyak kendala yang dihadapi sekolah
dan para guru. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengembangan kurikulum masih belum
mantap, sehingga diperlukan koordinasi intensif dengan berbagai pihak yang
terkait agar dihasilkan kurikulum yang berorintasi langsung sesuai dengan arah
dan tujuan pada pendidikan umum dan kejuruan. Selain itu kurikulum di sekolah
menengah kejuruan tampaknya berjalan sendiri tanpa melibatkan DUDI sebagai
pihak kedua yang turut berperan dalam peningkatan kompetensi siswa.
Kurikulum
yang selalu berubah-ubah juga menunjukkan bahwa belum ada kurikulum yang ideal
untuk segala jaman. Sebaiknya kurikulum yang dikembangkan bersifat “adaptif”
atau dengan kata lain dapat menyesuaikan siring dengan perkembangan jaman dan
era teknologi.
3.
Dukungan Peran serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan
Pendidikan Masih Kurang Optimal
Penyelenggaraan
pendidikan bukan semata-mata menjadi tanggungjawab pemerintah dan sekolah.
Peranserta masyarakat (stakeholder) memiliki peranan penting dalam mewujudkan
penyelenggaraan pendidikan. Masyarakat dapat berperan dalam penetapan kebijakan
pemerintah dalam bidang pendidikan, pengembangan kurikulum terutama kualitas
kurikulum yang sesuai dengan tuntutan yang diharapkan masyarakat, dan
penyaluran lulusan yang dihasil dari proses penyelenggaraan pendidikan. Selama
ini, masih terkesan bahwa masyarakat masih belum menyadari perannya dalam
rangka peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Setiap hasil kebijakan dan
perubahan kurikulum yang dihasilkan dari pemerintah selalu menjadi polemik
bahkan terjadi kontra produktif. Kondisi yang demikian kurang efektif dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Peranserta
masyarakat, terutama DUDI dunia usaha dan industri, sangat terasa masih kurang
optimal perannya dalam rangka penyelenggaraan pendidikan kejuruan. Kelemahan
peranserta masyarakat tersebut nampak ketika pengembangan dan evaluasi
kurikulum pendidikan kejuruan serta penyaluran lulusan. Penerapan pendekatan
supply driven menjadi demand driven pada pendidikan kejuruan (SMK) masih belum
memperoleh tanggapan positif dari masyarakat. Padahal, sistem demand driven
dirancang yang dipicu kebutuhan pasar kerja, karena pada dasarnya program
pendidikan kejuruan berorientasi kebutuhan nyata pasar kerja. Dengan demikian,
peran aktif dunia usaha dan industri dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan
sangat diperlukan.
4.
Fasilitas sarana dan prasarana
pembelajaran dan praktikum yang kurang memadai untuk pembentukan komptensi
siswa
Fasilitas
pembelajaran merupakan bagian penting pada penyelenggara pendidikan dalam
melaksanakan proses pembelajaran dan memerlukan pengelolaan dan pemanfaatan
yang efektif dan efisien. Juga fasilitas praktikum juga sangat penting dalam
pengembangan kompetensi siswa. Sebagai sekolah kejuruan siswa dituntut untuk
dapat mengoptimalkan kegiatan praktek disekolah, dimana perbandingan teori dan
praktek 30:70. Dimana kegiatan praktikum adalah ciri dari pendidikan kejuruan.
Dengan
diterapkannya sistem desentralisasi pendidikan dan di sisi lain dengan
diterapkannya pengelolaan pendidikan yang mengacu pada pencapaian standar
kompetensi tertentu sangat berdampak pada pemenuhan kebutuhan akan fasilitas
pembelajaran di sekolah. Selain itu, rendahnya anggaran pendidikan dari
prosentase total Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) menyebabkan
kecenderungan penyelenggaraan pendidikan berjalan lambat, dan berbeda jauh dari
kualitas pendidikan negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan
Australia. Bahkan menurut laporan survey pendidikan internasional, tingkat
kualitas pendidikan sekarang berada di bawah Vietmam. Kecilnya anggaran pendidikan
ini jelas mempengaruhi secara langsung kualitas pendidikan, terutama kemampuan
sekolah menyediakan fasilitas atau sarana prasarana belajar yang memadai.
Karena
itu, fasilitas pembelajaran dan praktikum seharusnya dikembangkan dan
dioptimalkan secara integral berdasarkan acuan standar kualitas baku. Ruang
kelas, ruang praktik, peralatan dan bahan praktikum, laboratorium, ruang
workshop, perpustakaan, alat dan media pembelajaran merupakan fasilitas belajar
mengajar dan praktikum yang direncanakan secara utuh dalam satu kesatuan dan
terstandar.
5.
Sumber Daya Manusia Penyelenggara
Pendidikan di Tingkat Sekolah Belum Profesional
Kepala
sekolah, guru, staf kependidikan (tata usaha, pustakawan, dan teknisi/laboran)
merupakan kunci sukses atau tidaknya penyelenggaraan pendidikan dan berhadapan
langsung dengan subyek pendidikan (siswa). Kepala sekolah mempunyai peran yang
sangat penting dalam menentukan maju dan mundurnya penyelenggaraan pendidikan
di lembaganya. Dengan demikian, kepala sekolah harus memiliki potensi yang
dapat dikembangkan secara optimal dan profesional.
Guru
merupakan jiwa dari sekolah. Oleh karena itu, peningkatan profesionalisme guru
perlu memperoleh perhatian tersendiri baik dari sekolah maupun pemerintah. Saat
ini, masih banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang dan kompetensi
yang seharusnya. Peningkatan profesionalisme guru harus dilakukan secara
berkesinambungan dan kontinyu. Sertifikasi guru dalam jabatan yang digulirkan
pemerintah akhir-akhir ini merupakan perlu didukung masyarakat luas, dan dalam
pelaksanaannya harus tetap mengacu pada standar kompetensi yang ditetapkan
secara utuh, yaitu standar kompetensi pedogogis, kepribadian, profesional, dan
sosial.
Kepala
sekolah dan guru tidak mungkin bekerja sendiri, tanpa bantuan tenaga
kependidikan maka seluruh proses kegiatan belajar mengajar tidak mungkin dapat
bergerak. Jadi, untuk mewujudkan sekolah yang berkualitas, semua warga sekolah
mempunyai peran yang besar dan harus bekerja secara profesional sesuai dengan
bidang kerja masing-masing.
6. Kebijakan
UU/Peluang/Tantangan/
Kelemahan/ Kekuatan
·
Pembangunan Bangsa Melalui Pendidikan
Kejuruan
Pendidikan
kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik
terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan kejuruan harus
merencanakan dan mengusahakan proses pembelajaran yang berorientasi pada nilai
dan moral sejalan dengan program pembangunan karakter bangsa.
·
Otonomi Daerah
Ada
hal lain yang perlu dicermati adalah dengan kebijakan Otonomi Daerah yang menjadi
arah pembangunan kita, membawa suatu konskwensi perlu adanya perimbangan
keuangan antara pusat dan daerah yang memerlukan dukungan kemampuan teknis,
produksi dan kemampuan manajerial yang handal di seluruh daerah. Hal ini perlu
diwaspadai jangan sampai kebijakan pusat (makro) tidak dapat diakomodir atau
diterjemahkan oleh pemerintah daerah.
·
Pengetahuan dan Keterampilan
Untuk
bisa bertahan hidup dan sukses dalam era globalisasi ini diperlukan pengetahuan
dan keterampilan yang relevan Penguasaan mata pelajaran berikut menjadi sangat
penting: Bahasa Inggris dan bahasa dunia yang lain, Seni, Matematika, Sains,
Ekonomi, Geografi, Sejarah dan Kewarganegaraan. Kompetensi yang mencakup
kesadaran global, kesadaran ekonomi dan kewirausahaan, kesadaran kewarganegaraan,
dan kesadaran kesehatan.
·
Keterampilan Belajar dan Berinovasi
Keterampilan
belajar dan berinovasi telah dikuasai sebagai keterampilan yang dapat
membedakan siswa yang siap dan yang tidak siap dalam menghadapi kehidupan dan
lingkungan kerja yang terus bertambah musykil. Kreativitas dan keterampilan
inovasi tampak pada kemampuan siswa menunjukkan orisinalitas dan temuan dalam
karya, selain kemampuan mengembangkan dan mengomunikasikan gagasan baru kepada
orang lain. Juga akan tampak pada sikap terbuka dan tanggap terhadap perspektif
baru dan beraneka, serta memanfaatkan gagasan kreatif guna membuat kontribusi
yang berguna bagi ranah di tempat inovasi itu terjadi.
.
7.
Rekonstruksi Pendidikan Kejuruan
·
Faktor Internal:
Kualitas
Tenaga Pendidik, Tenaga
pendidik dan laboran di SMK harus benar – benar mempunyai keahlian baik teori
maupun praktek serta selalu dapat mengikuti perkembangan pendidikan serta
teknologi dan merupakan tenaga perdidik yang bersertifikat.
Kompetensi
Tenaga Kerja, Tenaga
lulusan SMK harus lulus uji kompetensi untuk dapat bersaing di pasar kerja
sesuai dengan bidang keahlian dan program keahlian masing –masing lulusan SMK.
Oleh karena itu perlu sistem pendidikan ganda dengan program magang kerja di
lembaga atau instansi lain diluar sekolah untuk mempraktekkan ilmu dan
ketrampilan yang didapat dibangku sekolah.
Sarana
Prasarana, yang
dikembangkan tidak hanya di sekolah tetapi juga diluar sekolah sebagai tempat
praktek kerja bagi siswa magang maupun guru yang mengadakan pelatihan. Sarana Prasarana
belajar mengajar dan praktikum di SMK harus berstandar dan selalu mengikuti
perkembangan teknologi sehingga bermafaat bagi peserta didik.
·
Faktor Eksternal:
Menjalin
Hubungan kerjasama SMK dengan DU/DI, Kerjasama
antara SMK dengan perkantoran pemerintah ,swasta, pertokoan, swalayan,
Perakitan komputer, jasa desain grafis, pemasaran asuransi, penjualan,
perhotelan,perbankan yang biasa disebut PSG sangat dibutuhkan untuk mendapatkan
umpan balik kurikulum dan keahlian yang diperlukan oleh DUDI dan yang harus
disediakan oleh SMK.
Potensi
daerah disini dari penyumbang kontribusi PDRD pada sektor yang tertinggi yaitu
perdagangan, Dengan mengetahui potensi perdagangan pada masing-masing kecamatan
akan semakin terarah dalam penyediaan tenaga kerja lulusan SMK yang langsung
dibutuhkan oleh DUDI.
IPTEK
yang diperoleh secara formal harus berhubungan langsung dengan kebutuhan
perdagangan. IPTEK yang mendukung potensi daerah dibidang perdagangan yang
perlu dikembangkan misalnya pemasaran produk melalui internet, pembuatan desain
iklan pemasaran yang menarik, membuat pembukuan akuntasi perdagangan secara
detail dan rinci, membuat desai kemasan yang menarik, teknik menulis cepat
untuk keahlian sebagai wartawan dan masih banyak lagi.
Kebijakan
dan perundang-undangan yang dikeluarkan pemerintah merupakan arahan yang harus
dipertimbangkan dalam pelaksanaan kegiatan organisasi, sehingga pengembangan
program keahlian di SMK dapat disesuaikan dengan tuntutan DUDI bukan
berdasarkan minat sesaat dari siswa tanpa memperdulikan mutu dan kualitas
lulusan SMK.
Tantangan
Pendidikan Kejuruan Kedepan
Ketenagakerjaan dalam
pendidikan kejuruan nampak bahwa pendidikan kejuruan tidak bisa dipisahkan dari
masalah dunia kerja karena berkaitan langsung dengan masalah ketenagakerjaan. Menurut
Wena,(1996) kesenjangan antara dunia pendidikan dengan dunia kerja terjadi
karena adanya beberapa faktor, antara lain :
1. Adanya kerja sama timbal balik antara
lembaga pendidikan kejuruan dengan dunia kerja.
2. Perubahan-perubahan ketenagakerjaan secara
cepat.
3. Faktor internal dari lembaga
pendidikan kejuruan yang tidak mampu untuk memprediksi secara tepat mengenai
pekerjaan yang dibutuhkan dimasa mendatang.
4. Ketersediaan sarana dan prasarana.
5. Cepat usangnya suatu jenis pekerjaan
Pendidikan
Vokasi Yang Bercirikan Keunggulan Lokal
Salah satu fungsi
pendidikan yang amat penting dan strategis adalah mendorong perkembangan
kebudayaan dan peradaban pada tingkatan sosial yang berbeda. Pada tingkat
individu, pendidikan membantu mengembangkan potensi diri menjadi manusia yang
berakhlak mulia, berwatak, cerdas, dan kreatif. Selanjutnya, pendidikan juga
menimbulkan kemampuan individu menghargai dan menghormati perbedaan dan
pluralitas budaya sehingga memiliki sikap yang lebih terbuka dan demokratis. Dengan
demikian, semakin banyak orang yang terdidik dengan baik, maka semakin dapat
dijamin adanya toleransi dan kerjasama antar budaya dalam suasana yang
demokratis sehingga akan membentuk integrasi budaya nasional dan regional.
Kebudayaan Indonesia
seharusnya menjadi kekuatan dalam pembangunan yang berkelanjutan. Tetapi,
selama ini sebagian besar teori pendidikan yang digunakan dalam negeri ini
mengambil teori dari luar yang relevansinya masih perlu dipertanyakan, sehingga
perlu melakukan penemuan kembali kebudayaan Indonesia untuk dijadikan kekuatan
pembangunan. Selama ini diakui bahwa sebagian besar buku teks yang beredar di
Indonesia merupakan hasil pemikiran pakar asing, yang secara tidak sadar telah
membuat masyarakat Indonesia telah mengalami penetrasi kebudayaan asing secara
besar-besaran. Hingga kini ilmuwan Indonesia belum banyak yang mampu membikin
ilmu sendiri, karena selama ini penelitian ilmiah di Indonesia tidak berkembang
pesat. Paradigma modernisasi yang dominan di Indonesia selama ini melihat kebudayaan
sebagai penghambat. Setiap bangsa dalam membangun dirinya sendiri senantiasa
memiliki kekuatan sendiri dalam dinamika internalnya. Hal ini mampu mendukung
dan menyukseskan pembangunann yang bersumber dari kebudayaan dan tradisi
masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain, kebudayaan dan tradisi tertentu tidak
boleh dipandang sebagai penghambat, melainkan merupakan potensi dan kekuatan
bagi proses kemajuan suatu bangsa.
Dengan gagalnya
paradigma modernisasi sebagai landasan pembangunan, maka perlu memperkenalkan
paradigma baru pembangunan dengan menggunakan kebudayaan Indonesia sebagai
kekuatan dasar. Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional telah dimasukkan
sebuah paradigma baru pendidikan yang mampu memperkaya kebudayaan Indonesia
pada masa depan dan menjadikannya kekuatan pembangunan, yaitu :
"Pemerintah kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan menengah, serta
satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal". Jika hal ini dapat
diimplementasikan dengan baik, pendidikan dapat mengubah nasib masyarakat lokal
pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya di masa depan. Pendidikan
berbasis keunggulan lokal dimaksudkan selain peserta didik memiliki keakraban
dengan lingkungan terdekatnya, juga untuk menghasilkan lulusan yang siap
mengembangkan potensi lokal dan dengan keunggulan dan keunikan lokal tersebut
dapat mengembangkan dalam era global. Selain itu, pendidikan berbasis
keunggulan lokal ini dapat mencegah urbanisasi dan mendorong pertumbuhan
ekonomi lokal dan pembangunan daerah.
Sistem Pendidikan
Nasional di Indonesia bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia lndonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Sistem
pendidikan juga harus menumbuhkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta
tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial, dan
sikap menghargai jasa para pahlawan serta berkeinginan untuk maju. Iklim
belajar mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri sendiri dan budaya
belajar di kalangan masyarakat terus dikembangkan agar tumbuh sikap dan
perilaku yang kreatif, inovatif, dan berorientasi ke masa depan.
Aspirasi masyarakat
pada saat ini menunjukkan arus yang kuat bahwa pimpinan nasional perlu
bertanggung jawab terhadap paradigma baru pembangunan nasional yang
menitikberatkan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi
subjek pembangunan di berbagai bidang kehidupan. Dalam pengembangan SDM,
pendidikan memegang peranan kunci karena sebagai pendekatan dasar dan bagian
penting dalam suprasistem pembangunan bangsa. Untuk itu, dalam rangka pengembangan
SDM masa depan diperlukan reformasi yang mencakup upaya mereposisi sistem
pendidikan nasional dalam pembangunan nasional, mempercepat implementasi
kebijakan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, meningkatkan
penyelenggaraan pendidikan, dan mengembangkan sistem pendidikan terpadu.
Alasan pokok mereposisi
sistem pendidikan nasional dalam pembangunan nasional, antara lain karena
selama ini posisi pendidikan dipandang hanya sebagai bagian dari pembangunan
sosial. Pendidikan tidak diletakkan sebagai sistem yang sama pentingnya dengan
sistem-sistem lain dalam pembangunan nasional yang meliputi sejumlah sistem
yang terdiri atas ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta keamanan dan
pertahanan. Di samping itu, pendidikan belum berperan secara optimal dalam
mengembangkan SDM melalui pemerataan kesempatan pendidikan, penyelenggaraan
pendidikan secara terpadu, sehingga luaran (output) pendidikan lebih banyak
yang menjadi masyarakat pencari pekerja (worker society), bukan masyarakat
pencipta lapangan kerja (employee society) atau masyarakat pewirausaha
(entrepreneurship society). Dengan demikian, pendidikan belum menjadi pemicu
utama dalam pengembangan sumber daya manusia, tapi justru menjadi kontributor
utama dalam peningkatan jumlah pengangguran.
Penyelenggaraan
pendidikan perlu direformasi sehingga mewujudkan pendidikan terpadu yang
mencakup jalur, sistem, tujuan, kurikulum, proses pembelajaran, lokasi/wilayah,
dan manajemen pendidikan. Keterpaduan pendidikan ini mengandung misi untuk
menghasilkan SDM yang kuat dalam keimanan dan ketakwaan, nilai-nilai moral
serta kebangsaannya; menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan memiliki
kecakapan hidup yang fungsional untuk mengembangkan diri, mampu hidup mandiri,
berwirausaha dan membuka lapangan kerja, serta menjadi subjek yang bertanggung
jawab dan berperan aktif dalam pembangunan lokal, daerah, dan nasional.
Strategi pembelajaran perlu direlevansikan dengan penerapan misi pendidikan
dalam gerakan membangunan masyarakat desa/kota (community development) sehingga
pendidikan berperan dalam menghasilkan SDM yang mampu menumbuhkan pembangunan
yang berakar kuat di masyarakat sebagai fondasi yang kokoh bagi pembangunan
daerah dan nasional.
Memasuki era global,
dunia pendidikan di Indonesia pada saat ini dan yang akan datang masih
menghadapi tantangan yang semakin berat serta kompleks. Indonesia harus mampu
bersaing dengan negara-negara lain, baik dalam produk, pelayanan, maupun dalam
penyaiapan sumber daya manusia. Pendidikan kejuruan dan vokasi sebagai salah
satu sub sistem dalam sistem pendidikan nasional dengan peranannya
mempersiapkan dan mengembangkan SDM yang mampu bekerja secara profesional di
bidangnya telah menetapkan berbagai langkah dan program strategis yang
terencana dan tersistem dalam Program Pembangunan Nasional. Berkaitan dengan
hal ini, beberapa kebijakan strategis antara lain berupa Reposisi Pendidikan
Kejuruan Menjelang 2020 telah dilakukan pemerintah. Reposisi dan reorientasi
dimaksudkan proses penataan, perencanaan dan implementasi pendidikan kejuruan
melalui analisis dan pengkajian potensi wilayah sebagai langkah penyesuaian
bidang/program keahlian yang diselenggarakan oleh pendidikan kejuruan (vokasi)
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan wilayah. Konsekuensi dari kebijkan ini
dibukanya program keahlian baru yang sesuai dengan potensi daerah dan memiliki
prospek membangun perekonomian daerah dan sebaliknya ditutupnya program
keahlian yang tidak lagi sesuai dengan potensi daerah. Lebih lanjut, dalam Buku
Reposisi Pendidikan Kejuruan menjelang 2020 yang menyebutkan bahwa: (a)
kelompok program Pertanian, Pariwisata, Perikanan dan kelautan serta Teknologi
Informasi merupakan program unggulan yang diproyeksikan akan mengalami perkembangan
yang sangat pesat. (b) kelompok program Teknologi dan Industri serta Kelompok
Seni dan Kerajinan, merupakan program yang cukup stabil dan diproyeksikan akan
mengalami perkembangan yang wajar, dan (c) kelompok program Bisnis dan
Manajemen, merupakan program yang diproyeksikan akan mengalami kejenuhan di
pasar kerja, sehingga secara bertahap akan dilakukan pengalihan ke
Bidang/program keahlian yang masih relevan dan prospektif terserap di pasar
kerja.
Kebijakan pemerintah
akhir-akhir ini adalah akan mengubah rasio sekolah menengah kejuruan (SMK)
dengan sekolah menengah atas (SMA) yang saat ini masih 30:70 ditargetkan
menjadi 40:60 pada 2008 dan rasio menjadi 70:30 pada 2009. Dalam kurun waktu
yang sama (2009/2010), pertumbuhan pendidikan vokasi dalam bentuk politeknik
diharapkan juga terjadi penambahan sebanyak 20 sekolah per tahun atau sebanyak
60 politeknik baru yang akan tersebar di tingkat kabupaten dan kota di seluruh
Indonesia. Perubahan ini akan mempengaruhi tatanan penyelenggaraan pendidikan, sosial,
ekonomi, dan lapangan kerja.
Melalui desentralisasi
pendidikan, suatu daerah dapat mengembangkan potensi wilayahnya sesuai dengan
situasi dan kondisi setempat. Salah satu kebijakan yang dapat dikembangkan
pendidikan yang berbasis keunggulan lokal. Pendidikan berbasis keunggulan lokal
dimaksudkan proses penyelenggaraan pendidikan yang memanfaatkan keunggulan
lokal dalam aspek ekonomi, seni budaya, SDM, bahasa, teknologi informasi dan
komunikasi, ekologi, dan lain-lain yang bermanfaat bagi pengembangan kompetensi
peserta didik yang dapat dimanfaatkan untuk persaingan lokal, nasional, maupun
global.
Satuan pendidikan yang
berbasis keunggulan lokal merupakan paradigma baru pendidikan untuk mendorong
percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang dimiliki oleh
masyarakat lokal. Dengan demikian, daerah atau sekolah memiliki cukup
kewenangan untuk merancang dan menentukan hal-hal yang akan diajarkan.
Masing-masing daerah mempunyai keunggulan potensi daerah yang perlu
dikembangkan yang lebih baik lagi. Dengan keberagaman potensi daerah ini,
pengembangan potensi dan keunggulan daerah perlu mendapatkan perhatian secara
khusus dari pemerintah daerah sehingga generasi muda daerah tidak asing dengan
daerahnya sendiri dan faham betul tentang potensi dan nilai-nilai serta budaya
daerah sendiri, sehingga mereka dapat mengembangkan dan memberdayakan potensi
daerah sesuai dengan tuntutan ekonomi maupun ketenagakerjaan. Di samping itu,
keberhasilan sekolah berbasis keunggulan lokal akan mampu mengatasi masalah urbanisasi,
penganggguran, dan ketertinggalan di ilmu pengetahuan dan teknologi.
Salah satu pengembangan
pendidikan atau sekolah berbasis keunggulan lokal adalah kurikulum pendidikan.
Sebaiknya, kurikulum pendidikan merupakan ramuan antara kurikulum nasional dan
nilai-nilai daerah, antara lain nilai-nilai budaya, sumber daya alam, potensi,
serta pemikiran yang layak dilestarikan melalui jalur pendidikan formal.
Sekolah-sekolah yang berbasis potensi daerah akan mendapat dukungan masyarakat
karena lulusannya dapat bekerja langsung di daerah masing-masing. Namun, konsep
pengembangan sekolah ini akan menghadapi masalah jika perekonomian di daerah
bersangkutan tidak berkembang, sehingga tempat bekerja tidak memadai untuk para
lulusan. Paradigma ini mengandung arti bahwa pendidikan kejuruan dan vokasi
mempunyai peran penting dalam pengembangan sekolah berbasis keunggulan lokal.
Untuk itu, dalam pengembangan sekolah berbasis keunggulan lokal perlu melakukan
kajian dengan melibatkan semua stakeholder pendidikan untuk merumuskan bersama
tentang keunggulan lokal, sehingga keunggulan lokal ini terintegrasi dalam
materi pembelajaran yang disusun sesuai jenjang pendidikan.
Sebagaimana dinyatakan
Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo, dalam harian Pikiran Rakyat, 24 Mei
2007 bahwa “Sejatinya, pendidikan berbasis keunggulan lokal merupakan ikhtiar
untuk memajukan bangsa dengan bersandar pada kekuatan sendiri. Sehingga, daerah
memiliki kekuatan untuk membangun daerah di bidang ekonomi, politik, sosial,
budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pada gilirannya dapat
berkompetisi di tingkat nasional. "Dengan demikian, diharapkan pendidikan
bisa berdampak langsung pada sendi-sendi kehidupan masyarakat dan mampu
melahirkan kemandirian serta menumbuhkan daya saing, karena kompetensi yang
dihasilkan sesuai dengan kebutuhan lingkungan, diharapkan hasil pendidikan yang
diperoleh tidak mengawang-awang. Lulusannya pun bisa lebih cepat terserap
industri atau dunia usaha di lingkungan sekitar."